Sabtu, 26 Mei 2012

Sejarah Kontras


                        Sejarah kontras
kontraS, IKOHI bersama Korban-korban pelanggaran HAM berat 1965 menyerukan kepada semua komponen bangsa untuk menuntut negara menerangkan sejarah gelap masa lalu. Delapan tahun lebih setelah Soeharto mundur, hingga menjelang dua tahun pemerintahan baru SBY, kebijakan negarauntuk mengungkap sejarah masa lalu belum juga jelas.
Padahal, banyak peristiwa sejarah yang hingga kini simpang siur. Contoh terakhir adalah perdebatan bekas Presiden BJ Habibie dan bekas Pangkostrad Prabowo Subianto. Contoh terlama adalah seputar peristiwa pembunuhan jenderal pada 30 September 1965 sampai keluarnya Tap XXV/MPRS/1966 tentang larangan atas penyebaran paham dan organisasi komunis. Empat puluh satu tahun berlalu,belum juga diungkapkan.
Hingga kini, tak jelas mengapa peristiwa pembunuhan jenderal itu terjadi, kaitannya dengan pertikaian politik elite negara, surat perintah 11 Maret sampai dengan tuduhan terhadap Presiden RI Soekamo yang dinilai menyeleweng dari Pancasila dan UUD 1945.
Yang jelas, di sekitar peristiwa itu, terjadi perampasan hak-hak dan kemerdekaan rakyat sipil biasa seperti petani, buruh yang dituduh PKI dan militer yang dituding terlibat PKI. Itupun masih tidak jelas, mengapa peristiwa itu juga harus terjadi, mengapa banyak orang yang tak bersalah menjadi korban, mengapa banyak orang dituduh bersalah tapi dihukum tanpa proses peradilan.
Kami mengingatkan bahwa dasar negara untuk mengungkap sejarah masa lalu sebenarnya sudah ada. Namun sejumlah produk TAP MPR, UUD 1945, Undang-Undang serta kebijakan baru itu belum sepenuhnya dilaksanakan Sebagian besar malah dibiarkan seperti benda mati.
Pengungkapan sejarah masa lalu juga diperlukan untuk membongkar sistem politik lama dan memperkuat sistem baru yang lebih baik. Salah satu akar persoalan sistem politik lama adalah pelanggaran HAM. Karena itu, pencarian bukti-bukti sejarah itu juga mencakup bukti-bukti terjadinya kekerasan dan segala bentuk pelanggaran HAM.
Dalam catatan kami, pelanggaran berat HAM sebagai akibat penumpasan G30S berupa: penangkapan, penculikan, penahanan berkepanjangan tanpa proses hukum, penyiksaan, perkosaan, kerja paksa, pembunuhan massal, pengadilan politik bukan berdasarkan hukum yaitu Mahmilub dan pengadila subversif (kangaroo courts).
Korban dari pelanggaran berat HAM tersebut meliputi :
  • Korban/survivor dari pelanggaran berat HAM tersebut berlanjut menderita sampai kepada keluarga anak, isteri/suami, sebagai akibat stigmatisasi dan diskriminasi terhadap ex tapol/napol G30S.
  • Korban/meninggal akibat penyiksaan, penghilangan paksa dan pembunuhan massal meninggal kesengsaraan moral kepada keturunan dan ahli waris karena tidak mengetahui kehidupan yang komplek di negara asing.
  • Harta rnilik korban yang disita/dirampas tidak menerima perlakuan hukum sebagaimana mestinya berupa pengembalian kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar